gosipbintang.com – Ala bisa karena biasa. Itulah yang dialami Sukiman, istri dan anaknya. Mereka berbagi tempat tinggal dengan hewan-hewan ternak piaraan. Sungguh sangat menyedihkan!
Kisah sedih, pilu dan menyesakan dada ini, datang dari pelosok Kampung Legoknangka RT 02 RW 09, Desa Campakamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Bersama dengan istrinya, Siti Sopiah, dan seorang anak, Sukiman harus berbagi ruang sempit dengan domba dan unggas di kandang. Ironisnya, kadang Domba yang Sukirman dan keluarga tempati tak memiliki sekat atau batas tembok sama sekali.
Kenyataan pahit ini, mereka rasakan setiap hari selama setahun terakhir. Di kandang domba berukuran tak lebih 20 meter persegi itu pula lah, mereka melakukan segala aktifitas kesehariannya, dari tempat memasak, makan hingga beristirahat di malam hari.
Bangunan yang teletak dipunggiran tebing curam itu, memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu sebagai kandang Domba, unggas dan Sukiman sekeluarga.
Istri Sukiman, Siti Sopiah mengungkapkan bahwa mereka telah tinggal di kandang domba tersebut sejak tahun 2023 lalu.
“Kami tinggal di sini, sudah setahun sejak tahun lalu. Kami tinggal bertiga, saya, suami dan anak,” ungkapnya sebagaimana di kutip Gosip Bintang dari Tribunjabar.id, Minggu (4/2/2024).
Menurut Sopiah, menjadi keluarga mandiri, mungkin harapan bagi semua orang. Tapi apa mau dikata, cuma kondisi yang jauh dari layak itu yang mereka rasakan untuk saat ini. Ia dan suaminya memilih tinggal di lahan milik orangtua mereka yang kini dijadikan kandang hewan.
Berteman Bau Kotoran
Bagi Sopiah, suami dan anak, bau tak sedap dari kotoran-kotoran domba dan unggas sudah bukan lagi hal yang aneh, dan menjadi “teman” keseharian.
Setia hari mereka mencium dan menghirup udara bercampur bau aneh. Itu lah yang mereka rasakan setiap hari. Maka Sukiman dan keluarga sudah tak lagi menghiraukannya lagi.
Bagi mereka, yang terpenting adalah memiliki tempat berteduh dan berlindung dari cuaca luar rumah serta memiliki tempat istirahat.
Sopiah mengatakan, “Kami tidur bertiga di sini bersama suami dan anak. Kami juga memasak di sini, masih menggunakan kayu bakar.”
Tidur Berhimpitan
Untuk menghilangkan kelelahan usai beraktifitas seharian, keluarga ini harus tidur berdesakan di atas sebuah papan berukuran 2×2 meter.
Papan-papan tersebut mereka susun di sebelah bumbu dan dapur tempat mereka memasak.
Tepat didepan tempat tidur mereka, terdapat kandang domba yang tidak memiliki pembatas.
Kondisi yang demikian semakin memburuk manakala hujan deras. Bukan cuma rembes, dingin dan sebagainya, tapi juga mengancam keselamatan Sukiman dan keluarga. Bagaimana tidak, posisi bangunan tersebut berdiri persis di sisi tebing yang sewaktu-waktu bisa roboh bila terjadi pergeseran atau pergerakan tanah.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, menurut Sopiah, ia acapkali terpaksa membawa anaknya untuk sementara waktu mengungsi ke daerah yang lebih aman sampai hujan berhenti.
Sopiah hanya bisa menerima keadaan ini dengan pasrah, sambil berharap suatu hari nanti Allah mengubah nasib mereka hingga bisa tinggal di tempat yang lebih layak.
“Kita tidak punya pilihan lain, hanya bisa menerima kenyataan pahitbini. Kami berharap dapat tinggal di rumah yang layak untuk ditinggali,” ujar Sopiah.
Domba Titipan
Dituturkan Sukiman, ia sudah lama menjaga domba milik orang lain. Dengan perjanjian berbagi anaknya dengan pemilik, bila domba-domba itu melahirkan.
Sukiman menyadari bahwa ia adalah tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab atas kehidupan istri dan anaknya.
Selain merawat domba, Sukiman juga melakukan pekerjaan apa pun untuk memenuhi kebutuhan dapur dan sekolah anaknya.
“Saya melakukan segala jenis pekerjaan. Kadang-kadang menjadi tukang bangunan, membantu di kebun, apa saja yang bisa saya lakukan,” kata Sukiman.
“Pendapatan saya tidak menentu. Rata-rata sekitar Rp50 ribu per hari. Cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan anak dan istri,” tambahnya.
Tidak dapat Bansos
Meskipun situasinya sangat memprihatinkan, Sukiman dan keluarganya tidak pernah mendapatkan bantuan sosial (bansos).
Sukiman sendiri tidak tahu mengapa namanya tidak pernah masuk dalam daftar penerima manfaat.
“Belum pernah sekali pun mendapatkan bantuan. Saya hanya mendengar bahwa ada orang yang mendapatkan bantuan, tapi hanya sekedar mendengar,” ujarnya.
Namun, Sukiman tidak berharap terlalu banyak pada bantuan tersebut.
Ia hanya berharap agar suatu hari nanti anak dan istrinya dapat tinggal di rumah yang layak dan nyaman untuk beristirahat.
“Harapannya adalah memiliki tempat tinggal yang layak. Agar anak dan istri saya tidak kedinginan. Mereka bisa tidur nyenyak,” tuturnya.
Sementara itu, Pendi, Ketua RT 02, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melaporkan kondisi Sukiman berulang kali kepada pemerintah setempat.
Namun, Sukiman tidak pernah masuk dalam daftar penerima bantuan.
“Saya belum pernah mendapatkan bantuan sosial, PKH, atau program Rutilahu. Saya juga khawatir jika terjadi longsor saat hujan deras karena rumahnya berada di tebing,” ujar Pendi.
Pendi menyatakan bahwa satu-satunya yang dapat dilakukannya adalah memeriksa kondisi kesehatan keluarga Sukiman.
Selain itu, Pendi tidak memiliki kemampuan untuk menyalurkan bantuan kepada Sukiman.
“Keluarga ini sudah tinggal di sini selama setahun. Saya berharap pemerintah dapat menyadari bahwa kondisi ini ada di Campakamekar. Semoga keluarga Sukiman mendapatkan hunian yang layak,” tegasnya.***
Artikel ini di olah dari Tribunjabar.id, Sabtu (3/2/2024)