gosipbintang.com – Palti Hutabarat, seorang pegiat media sosial, di tangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri padaJumat (19/1/2024).
Penangkapan Palti Hutabarat di lakukan kediamannya di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Ia di tangkap terkait postingan yang di duga hoaks, yaitu menyebarkan rekaman pembicaraan yang mencatut nama Forkopimda di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, untuk memenangkan paslon 02 di Pilpres 2024.
Palti Hutabarat adalah seorang eks Sekretaris Republik Cyber Projo 2019-2023, seperti yang di kutip dari akun Instagramnya.
Ia juga bekerja sebagai freelance, pegiat media sosial, dan aktif dalam berbicara mengenai olahraga, media, sosial, dan politik. Palti Hutabarat juga merupakan relawan Ganjar-Mahfud.
Di media sosial, Palti Hutabarat terlihat aktif dalam memposting mengenai dinamika politik terkini.
Polri telah mengkonfirmasi penangkapan Palti Hutabarat oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
“Kami sudah menelusuri, yang pertama benar, bahwasanya proses penangkapan telah di lakukan oleh Dittipidsiber Polri,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan pada Jumat (19/1/2024).
Namun, Trunoyudo belum memberikan penjelasan lebih rinci mengenai penangkapan Palti Hutabarat tersebut.
Hal ini di karenakan penyidik masih melakukan serangkaian proses pendalaman terkait penangkapan tersebut.
“Namun akan kami jelaskan lagi, jadi secara simultan baru pagi ini di lakukan serangkaian tindakan penyidikan melalui upaya penangkapan. Tentu kita masih secara simultan dan berkesinambungan untuk melakukan langkah-langkah berikutnya,” jelasnya.
Dalam surat penangkapan, Palti Hutabarat telah di tetapkan sebagai tersangka terkait hoaks rekaman pembicaraan di duga pejabat di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara (Sumut).
Rekaman tersebut mengarahkan agar dana desa di pakai untuk pemenangan paslon capres cawapres nomor urut 02, Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Rekaman tersebut telah menjadi viral di media sosial dan menampilkan dugaan dukungan dari Forum Komunikasi Daerah (Forkopimda) Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, terhadap calon presiden nomor urut 2.
Video tersebut di unggah oleh akun TikTok @nasionalcorruption dan memperlihatkan percakapan antara Dandim, Bupati, Kapolres, dan Kajari Batubara.
“Narasi video tersebut menyebutkan bahwa rekaman perbincangan antara Dandim, Bupati, Kapolres, dan Kajari Batubara telah bocor,” tulis narasi dalam video tersebut.
Berikut isi rekaman tersebut:
“Ya per kecamatan ya tambah-tambahlah, jadi untuk kepala desa ini langsung saja kita diarahkan ke 02. Itu dulu yang pertama, tidak ada cerita lain, tak ada cerita apapun, menangkan 02 di desa masing-masing.”
“Terkait masalah peluru, itu masih diupayakan dengan Pj supaya sebelum Pilpres keluar, dengan catatan Rp 100 dikeluarkan dari situ. Dana dari desa itu, Rp 50 dikirim ke sana, untuk mereka pergunakan untuk penggunaan serangan,” bunyi rekaman tersebut.
“Itu penggunaannya ada Pj di situ, Kapolres di situ, Dandim di situ, Kajari di situ. penggunaan itu, penggunaan itu untuk Pilpres operasionalnya, jadi yang Rp50 tinggal di desa dan ini macam tahun lalu uda tahu senior-senior, tahun ini mudah mudahan tidak ada pemeriksaan terkait tahun 2024,”
“Karena itu uda komitmen tidak ada pemeriksaan, tetapi dengan catatan ya, kita harus komitmen juga. Jangan nanti macam tahun kemarin, siram, katanya siram 10 masuk 40. Kalah juga,kalau macam desa awak bisalah,”
Terkait rekaman tersebut, Kepala seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Sumut Yos A Tarigan, menyebut video tersebut hoaks.
“Postingan di medsos itu dipastikan hoaks, pimpinan sudah mengklarifikasi hal itu ke Pak Kajari (Batubara, Amru Siregar). Yang bersangkutan mengatakan, tidak tahu menahu, tentang rekaman percakapan tersebut,” ujar Yos dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/1/2024).
Yos mengatakan Kejari Batubara mengaku tidak pernah menghadiri pertemuan dengan Forkopimda yang lain, seperti yang disebutkan di rekaman tersebut.
“Kajari Batubara tidak pernah hadir atau kumpul-kumpul dengan Forkopimda terkait dengan pembicaraan yang beredar. Sekali lagi, postingan di medsos itu dipastikan oaks,” tegasnya.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai bahwa aparat Polri terlalu arogan dan tidak netral dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Bambang mengungkapkan pandangannya sebagai tanggapan terhadap Surat Penangkapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri terhadap aktivis media sosial Palti Hutabarat.
Surat Penangkapan tersebut menunjukkan perilaku arogan dan sewenang-wenang dari aparat kepolisian dalam penegakan hukum.
“Seharusnya Polri melakukan penyelidikan terkait substansi pelanggaran aturan Pemilu terkait netralitas aparat. Namun, malah menangkap anggota masyarakat yang menyampaikan informasi terkait indikasi pelanggaran Pemilu,” ujar Bambang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (19/1/2024).
Palti ditangkap setelah mengunggah rekaman suara yang diduga berisi percakapan yang mengarahkan Kepala Desa di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara (Sumut) untuk menggunakan Dana Desa demi memenangkan salah satu pasangan calon (Paslon) yang berkontestasi dalam Pilpres 2024.
Dalam surat penangkapan yang beredar, terlihat bahwa proses pelaporan, penyelidikan, dan penangkapan hanya berlangsung selama 3 hari setelah laporan, yang terlalu cepat dan akan menimbulkan persepsi negatif. Hal ini semakin merusak kepercayaan publik terhadap netralitas kepolisian dalam Pemilu 2024.
“Informasi yang diberikan oleh Palti seharusnya merupakan bentuk pengawasan masyarakat terhadap perilaku penyelenggara negara, yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang, bukan malah dibungkam oleh undang-undang,” jelas Bambang.
Tindakan pembungkaman terhadap partisipasi masyarakat yang sedang melakukan pengawasan terhadap aparatur pemerintah dengan menggunakan UU ITE, menurut Bambang, merusak semangat demokrasi dan menunjukkan bahwa aparat negara masih enggan menerima peran masyarakat dalam pengawasannya.
“Pertunjukan arogansi aparat dan potensi penyalahgunaan kekuasaan di ruang-ruang tertutup yang jauh dari perhatian publik ini, hanya merupakan puncak dari masalah yang terjadi dalam penegakan hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut dikatakan, masyarakat dapat membandingkan perlakuan yang berbeda dari aparat dalam kasus surat pakta integritas yang diduga dikeluarkan oleh mantan Kabinda Papua Barat untuk mendukung salah satu pasangan calon.
Akibat dari pakta integritas tersebut, mantan Kabinda Papua Barat dipindahkan menjadi Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).***